…….السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ada
pro and contranya….tengok macam mana kita nak tangani bila terjadi pada
diri kita…Pagi tadi Joe tengok Dr Fadilah Kamsah berbincang mengenai
isu ini…Katanya
kalau ikut Ulama kalau isteri pertama tak setuju kawin je
dulu..kemudian manage la…Kalau Joe silap harap maaf…ha..ha..ha…Abg Jem
you roccckkkkk…
HUKUM POLIGAMI
Syaikh bin Baz mengatakan [Majalah Al-Balagh, edisi 1028 Fatwa Ibnu Baz] :
Berpoligami
itu hukumnya sunnah bagi yang mampu, karena firmanNya “Dan jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilama kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ;
dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya” [An-Nisa : 3]
Dan
praktek Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sendiri, dimana
beliau mengawini sembilan wanita dan dengan mereka Allah memberikan
manfaat besar bagi ummat
ini. Yang demikian itu (sembilan istri) adalah khusus bagi beliau,
sedang selain beliau dibolehkan berpoligami tidak lebih dari empat
istri. Berpoligami itu mengandung banyak maslahat yang sangat besar bagi
kaum laki-laki, kaum wanita dan Ummat Islam secara
keseluruhan. Sebab, dengan berpoligami dapat dicapai oleh semua pihak,
tunduknya pandangan (ghaddul bashar), terpeliharanya kehormatan,
keturunan yang banyak, lelaki dapat berbuat banyak untuk kemaslahatan
dan kebaikan para istri dan melindungi mereka dari
berbagai faktor penyebab keburukan dan penyimpangan.
Tetapi
orang yang tidak mampu berpoligami dan takut kalau tidak dapat berlaku
adil, maka hendaknya cukup kawin dengan satu istri saja, karena Allah
berfirman “Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja”. [An-Nisa : 3]
TAFSIR AYAT POLIGAMI
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja” [An-Nisa : 3]
Dan
dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman “Dan kamu
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu)
walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian” [An-Nisa : 129]
Dalam
ayat yang pertama disyaratkan adil tetapi dalam ayat yang kedua
ditegaskan bahwa untuk bersikap adail itu tidak mungkin. Apakah ayat
yang pertama dinasakh (dihapus
hukumnya) oleh ayat yang kedua yang berarti tidak boleh menikah kecuali
hanya satu saja, sebab sikap adil tidak mungkin diwujudkan ?
Mengenai hal ini, Syaikh bin Baz mengatakan [Fatawa Mar'ah. 2/62] :
Dalam
dua ayat tersebut tidak ada pertentangan dan ayat yang pertama tidak
dinasakh oleh ayat yang kedua, akan tetapi yang dituntut dari sikap adil
adalah adil di dalam
membagi giliran dan nafkah. Adapun sikap adil dalam kasih sayang dan
kecenderungan hati kepada para istri itu di luar kemampuan manusia,
inilah yang dimaksud dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Dan kamu
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara
istri-istri (mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian” [An-Nisa :
129]
Oleh
sebab itu ada sebuah hadits dari Aisyah Radhiallahu ‘anha bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membagi giliran di antara
para istrinya secara
adil, lalu mengadu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam do’a: “Ya
Allah inilah pembagian giliran yang mampu aku penuhi dan janganlah
Engkau mencela apa yang tidak mampu aku lakukan” [Hadits Riwayat Abu
Daud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh
Ibnu Hibban dan Hakim]
KERIDHAAN ISTRI TIDAK MENJADI SYARAT DI DALAM PERNIKAHAN KEDUA
Syaikh bin Baz mengatakan [Fatwa Ibnu Baz : Majalah Al-Arabiyah, edisi 168] :
Jika
realitasnya kita sanggup untuk menikah lagi, maka boleh kita menikah
lagi untuk yang kedua, ketiga dan keempat sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan anda untuk
menjaga kesucian kehormatan dan pandangan mata anda, jikalau anda
memang mampu untuk berlaku adil, sebagai pengamalan atas firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilama kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja” [An-Nisa : 3]
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Wahai sekalian pemuda,
barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah,
karena menikah itu
lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kesucian farji ;
dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa
dapat menjadi benteng baginya” [Muttafaq ‘Alaih]
Menikah
lebih dari satu juga dapat menyebabkan banyak keturunan, sedangkan
Syariat Islam menganjurkan memperbanyak anak keturunan, sebagaimana
sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam “Kawinilah wanita-wanita yang penuh kasih sayang lagi
subur (banyak anak), karena sesungguhnya aku akan menyaingi umat-umat
yang lain dengan bilangan kalian pada hari kiamat kelak” [Riwayat Ahmad
dan Ibnu Hibban]
Yang
dibenarkan agama bagi seorang istri adalah tidak menghalang-halangi
suaminya menikah lagi dan bahkan mengizinkannya. Selanjutnya hendak kita
berlaku adil semaksimal
mungkin dan melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya terhadap
istri-istri kita. Semua hal diatas adalah merupakan bentuk saling tolong
menolong di dalam kebaikan dan ketaqwaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah berfirman “Dan saling tolong menolong kamu di
dalam kebajikan dan taqwa” [Al-Maidah : 2]
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Dan Allah akan menolong seorang
hamba selagi ia suka menolong saudaranya” [Riwayat Imam Muslim]
Anda
adalah saudara seiman bagi istri anda, dan istri anda adalah saudara
seiman anda. Maka yang benar bagi anda berdua adalah saling tolong
menolong di dalam kebaikan.
Dalam sebuah hadits yang muttafaq ‘alaih bersumber dari Ibnu Umar
Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda, “Barangsiapa yang menunaikan keperluan saudaranya, niscaya
Allah menunaikan keperluannya”
Akan
tetapi keridhaan istri itu bukan syarat di dalam boleh atau tidaknya
poligami (menikah lagi), namun keridhaannya itu diperlukan agar hubungan
di antara kamu berdua
tetap baik.
BERPOLIGAMI BAGI ORANG YANG MEMPUNYAI TANGGUNGAN ANAK-ANAK YATIM
Ada
sebagian orang yang berkata, sesungguhnya menikah lebih dari satu itu
tidak dibenarkan kecuali bagi laki-laki yang mempunyai tanggungan
anak-anak yatim
dan ia takut tidak dapat berlaku adil, maka ia menikah dengan ibunya
atau dengan salah satu putrinya (perempuan yatim). Mereka berdalil
dengan firman Allah “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :
dua, tiga atau empat” [An-Nisa : 3]
Syaikh bin Baz mengatakan [Fatwa Ibnu Baz, di dalam Majalah Al-Arabiyah, edisi 83]
:
Ini
adalah pendapat yang bathil. Arti ayat suci di atas adalah bahwasanya
jika seorang anak perempuan yatim berada di bawah asuhan seseorang dan
ia merasa takut kalau
tidak bisa memberikan mahar sepadan kepadanya, maka hendaklah mencari
perempuan lain, sebab perempuan itu banyak dan Allah tidak mempersulit
hal itu terhadapnya.
Ayat
diatas memberikan arahan tentang boleh (disyari’atkan)nya menikahi dua,
tiga atau empat istri, karena yang demikian itu lebih sempurna dalam
menjaga kehormatan,
memalingkan pandangan mata dan memelihara kesucian diri, dan karena
merupakan pemeliharaan terhadap kehormatan kebanyak kaum wanita,
perbuatan ikhsan kepada mereka dan pemberian nafkah kepada mereka.
Tidak
diragukan lagi bahwa sesungguhnya perempuan yang mempunyai separoh
laki-laki (suami), sepertiganya atau seperempatnya itu lebih baik
daripada tidak punya suami
sama sekali. Namun dengan syarat adil dan mampu untuk itu. Maka
barangsiapa yang takut tidak dapat berlaku adil hendaknya cukup menikahi
satu istri saja dengan boleh mempergauli budak-budak perempuan yang
dimilikinya. Hal ini ditegaskan oleh praktek yang dilakukan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana saat beliau wafat
meninggalkan sembilan orang istri. Dan Allah telah berfirman
“Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada Rasulullah suri teladan yang
baik” [Al-Ahzab : 21]
Hanya
saja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada
ummat Islam (dalam hal ini adalah kaum laki-laki, pent) bahwa tidak
seorangpun boleh menikah
lebih dari empat istri. Jadi, meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam menikah adalah menikah dengan empat istri atau kurang,
sedangkan selebihnya itu merupakan hukum khusus bagi beliau.
Sumber :
Al-Fatawa
Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad
Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq
No comments:
Post a Comment